Kenangan Terindah

“Jadikan ini perpisahan yang termanis, yang indah dalam hidupmu, sepanjang waktu. Semua berakhir tanpa dendam dalam hati, maafkan semua salahku yang mungkin meyakitimu”

Tidak ada lagi alarm pukul 05.00 WITA yang terbunyi. Tidak ada lagi suara aneh yang terdengar saat saya terbangun . Tidak ada lagi panggilan “Lebba” dan colekan menggelikan dari mereka saudara sekaQmar 3 bulan ini (Sri dan Ulfa). Tidak ada lagi orang yang bisa saya ajak bertengkar tiap harinya karena wajahnya yang begitu menjengkelkan tapi begitu dirindukan (Husnia). Tidak ada lagi dia yang selalu menjadi orang tua tunggal kami (Fitri). Tidak ada lagi dia yang dengan ekspresi lucunya sambil garuk-garuk kepala (DD). Tidak ada lagi dia yang sering membuat kami tertawa karena kelinglungannya (Riska). Tidak ada lagi mereka yang tiap pagi membuat saya tertawa sendiri karena melihat gaya lucu mereka tertidur (Arif dan Darwis). Tidak ada lagi dia yang sering memukul saya begitu kerasnya padahal badannya jauh lebih kecil dari saya (Farah). Tidak ada lagi dia yang tiap hari membuat hati dan pikiran emosi karena perkataannya (Korsek/Khaerul). Tidak ada lagi dia yang sering memanggil saya “kak Lina” di posko walaupun kami seumuran (AL). Tidak ada lagi dia orang yang bisa tidur 24 jam walaupun teman kelas tapi keakraban saya dengan dia jauh lebih baik di posko dari pada di dalam kelas (Reni). Tidak ada lagi yang membuat 1 posko jengkel dengannya (Ita). Dan tidak ada lagi intipan tiap kamar dari seorang anak berumur 1 tahun yang begitu lucu dan begitu menghibur kami (Khansa).

Tidak ada lagi anak laki-laki yang pertama mencubit kedua pipi dan hidung saya yang tiap malamnya datang ke posko untuk belajar (Wira). Tidak ada lagi anak yang begitu cerewet tiap ketemu pasti tertawa dan minta ditraktir (APS). Tidak ada lagi anak yang mengirimkan saya VN lagu terindah “Perpisahan Termanis” dengan suara lembutnya (Anti dan Nauval). Tidak ada lagi anak yang pernah membuat saya begitu terharu mendengar perkataanya “Saya adiknya kak Lina” (Entah dia ingat atau tidak) di depan TU (Huda’). Tidak ada lagi anak yang tiap 3S dan ketemu mencium tangan saya di bibirnya, kedua pipinya dan kembali dengan bibirnya (Emmy). Tidak ada lagi anak yang bicaranya begitu cepat dan terkadang membuat saya tidak mengerti dengan perkatannya tapi tetap bisa membuat saya tersenyum mendengarnya bercerita (Euis). Tidak ada lagi anak yang awalnya terkesan begitu nakal tapi ternyata asik dan juga berekspresi lucu (Rendra). Tidak ada lagi anak yang pada awalnya juga terkesan begitu nakal dan cuek tapi akhir-akhir perjalanan KKN, sering memperlihatkan senyum manisnya dan sapaan lembutnya (Uco). Tidak ada lagi anak yang yang memanggil saya “Kak Lina Akbar” (Akbar). Tidak ada lagi anak yang pernah berkomentar tentang cara mengajar saya agar lebih memperhatikan baris paling belakang (Syahrul). Tidak ada lagi anak yang dengan wajah polosnya begitu ingin diperhatikan tiap belajar fisika  (Asyraf). Tidak ada lagi anak yang begitu ingin saya akrabi dan ajar (Indira Ashari). Tidak ada lagi anak yang wajahnya begitu mirip dengan adik saya di Fisika (Risma) dengan ekspresi datarnya dan sangar jarang tersenyum (Ita). Tidak ada lagi anak yang membuatkan saya doodle yang begitu indah (Reri). Tidak ada lagi anak yang tiap siang datang tidak diundang pulang tidak bilang-bilang dan tiba-tiba mengagetkan saya (Indri). Tidak ada lagi panggilan “Kak Lina, Kak Vividity, Kak Linlin, Kak Lilin” dari mereka (X MIA 1, X MIA 2, XI MIA 1, XI MIA 2, XI MIA 4, XI MIA 5). Maaf jika tidak sempat memberikan deskripsi masing-masing siswa.

Dan seorang anak lagi yang membuat kesedihan saya bertambah saat mengingat Soppeng. Seorang anak yang ingin saya kembali ke Soppeng di Hari Ulang tahunnya nanti (12 April 2015). Seorang anak yang tiap malam menemani saya di BBM. Seorang anak yang tiap hari ingin saya lihat di sekolah.  Seorang anak yang sampai sekarang belum memberikan saya pesan dan kesannya. Seorang anak yang membuat air mata saya bertambah deras saat menuliskan ini. Sisca.

Yah. “Tidak ada lagi”. 3 kata yang mewakili perasaan saya saat ini. Mereka ada, tapi tidak lagi menjadi bagian dari hidup saya sehari-hari. Mereka ada, tapi mungkin tidak lagi mengingat saya. Mereka ada, tapi tidak lagi sedekat 3 bulan kemarin. Mereka ada tapi tidak lagi bisa melihat senyum mereka. Mereka ada tapi tidak lagi mendengar panggilan kakak dari mereka.
Seharian di kamar kost, saya hanya bisa terdiam tanpa melakukan apa-apa. Tubuh ini terasa kaku untuk bergerak. Bukan karena lelah fisik, tapi lelah pikiran. Lelah dengan sebukit kenangan terindah yang selalu saja terpikirkan. Semangat saya seperti tertinggal di kota itu, Soppeng.

Ingin kembali ke masa-masa itu. Bangun pagi jam 5 dengan udara yang begitu dingin, mandi, shalat dan membangunkan mereka dengan tusukan tongkat sapu. Berteriak “Bangun, Bangun, Bangunki semua weee, sapa 3S ini hari?”. Saling berpapasan menciptakan rasa kaget di pagi hari. Berjalan tiap pagi menelusuri lorong dengan batu-batu kecil dan jalan yang menanjak hanya untuk mendahului Kepala Sekolah. Memberi Salam, Melemparkan Senyum, dan Menyapa (3S) mereka adik-adik yang begitu saya rindukan (sampai sekarang, genggaman tangan 3S mereka yang begitu dingin masih begitu terasa). Duduk di ruang guru menunggu jam mengajar tiba sambil menyeduh teh buatan Pak D (sesekali selfie dan membuat gosip tentang si Kerudung Merah :D). Berdiri di depan ruang guru hanya untuk menatap jauh mereka (Siswa-siswa saya). Tiap hari Senin sehabis upacara, menghabiskan waktu duduk di depan ruang guru menyaksikan mereka berolahraga. Sesekali menelusuri jalan tepat depan kelas mereka sambil melemparkan senyum menuju kantin paling belakang. Dan selalu berharap waktu begitu lama berputar saat mengajar agar bisa lebih lama menatap mereka.

Pulang ke sekolah dan kembali melihat saudara-saudara saya. berlomba turun ke dapur hanya untuk segelas Es Buah. Mendengar keluhan “paaaannnaaaassss” dari mereka. Bermain dengan cucu ibu posko. Bertengkar mulut dengan mereka. Makan bersama dengan penuh tawa dan canda. Seperti kelelawar yang berkeliaran di malam hari, menelusuri Jl. Kesatria menuju pusat kota (Panker, Pusper, dan Indomart). Hufft. Sungguh sesak memikirkan semua itu Ya Allah. :’(

Kini semuanya telah kembali. Kembali ke rutinitas masing-masing sebelum 3 bulan itu. Berada di kota padat yang panas dan penuh polusi, Makassar. Sendiri menatap dinding kamar kecil yang begitu sepi. Menginjakkan kaki di gedung biru yang kini telah mengalami perubahan yang banyak. Mendengar sapaan dari junior-junior yang katanya merindukan saya (dan itu pula menjadi pengobat rasa rindu ke siswa-siswa saya). Kembali meratap sepi mengenang hal terindah selama 3 bulan ini. Syukurlah, sapaan tidak henti-hentinya mereka suarakan lewat jejaring sosial (BBM, FB, bahkan Instagram), walaupun terkadang membuat saya tertawa dan tersenyum menangis. Berharap sapaan itu terus ada hingga tiba waktunya saya kembali ke kota itu tahun depan. InshaAllah.

Terima kasih yang sangat banyak saya kirimkan kepada Sang Pengatur Takdir. Terima kasih mempertemukan saya dengan mereka. Terima kasih telah menciptakan kenangan terindah selama 3 bulan ini. Kelak, di waktu yang berbeda dan gelar yang berbeda (S1), saya ingin kembali ke kota itu, kota yang saat ini begitu saya rindukan. Berharap kembali ke situasi itu, masa-masa KKN-PPL kami. Tapi mustahil, cukup berharap bisa kembali bersama-sama di Kota Kalong itu. Bercerita tentang kenangan terindah kami selama 3 bulan. I MISS U ALL. :’)

Terkhusus kepada Kepala SMA Negeri 1 Watansoppeng. Terima kasih banyak sudah memperlihatkan kedisiplinan yang nyata kepada kami Pak. Terima kasih untuk pelukan pertama dan terakhir yang begitu hangat dari bapak. :’)

“Karena setiap pertemuan akan berujung perpisahan..
Dan setiap perpisahan akan menciptakan pertemuan baru..
Berharap kenangan indah ini tetap ada di hati dan pikiran kita..
Salam rindu dan sayang untuk kalian semua..


Kenangan terindah saya..”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lantai Basah

Menjadi Penalaran